Sabtu, 06 Februari 2010

percobaan farfis

KOSOLVENSI
Tujuan
Mengetahui pengaruh larutan campuran terhadap kelarutan zat

Prinsip
Berdasarkan pada like dissolve like
Berdasarkan reaksi penetralan pada titrasi asam-basa

Reaksi
H2C2O4 + 2NaOH → Na2C2O4 + 2H2O




Teori
Asam Salisilat (Acidum Salicylicum)

Asam salisilat dapat ditemukan pada banyak tanaman dalam bentuk metal salisilat dan dapat disintesa dari phenol. Asam salisilat memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
Berasa manis
Membentuk Kristal berwarna putih
Sedikit larut dalam air
Meleleh pada suhu 159oC
BM = 138,12
Larut dalam 4 bagian etanol (95%) dan pada 500 bagian air

Kelarutan
Kelarutan suatu zat terlarut adalah jumlah maksimum dari zat terlarut yang dapat dilarutkan dalam sejumlah tertentu pelarut atau sejumlah larutan pada temperature tertentu. Senyawa yang terlarut disebut solut dan cairan yang melarutkan disebut solven, yang bersama-sama membentuk suatu larutan. Proses pelarutan disebut solvasi atau hidrasi jika pelarutnya air.
Suatu larutan saat kesetimbangan tidak dapat menahan solut lagi dan disebut jenuh. Larutan dalam keadaan tertentu dapat menahan lebih banyak solut lebih dari keadaan normal solven. Ini disebut lewat jenuh.
Faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kelarutan adalah :
Kemurnian solut atau solven
Temperatur
Secara umum peningkatan temperatur larutan meningkatkan kelarutan zat padat. Untuk semua gas kelarutan menurun dengan peningkatan temperatur.
Tekanan
Untuk solut padat dan cair perubahan dalam tekanan secara praktis tidak mempengaruhi kelarutan.
Laju kelarutan adalah suatu ukuran dari seberapa cepat suatu zat terlarut. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju kelarutan adalah :
Ukuran partikel
Saat suatu solut dilarutkan aksi terjadi hanya pada permukaan dari tiap partikel. Jika total permukaan partikel meningkat, solut akan larut lebih cepat.
Pengadukan
Pada solut cair atau padat, pengadukan menyebabkan bagian baru dari pelarut kontak dengan solut, sehingga meningkatkan laju kelarutan.
Temperatur
Untuk solut padat dan cair, kenaikkan temperatur tidak hanya meningkatkan jumlah solut yang terlarut tapi juga meningkatkan laju saat solut melarut.
Ketika suatu solven melarutkan suatu solut, partikel solven harus memecah partikel solut dan menempati ruang yang terhalangi. pelarut yang polar dapat dengan efektif memecah senyawa yang polar. Ini terjadi saat ujung positif dari suatu molekul solven mendekati ujung negatif dari molekul solut. (Jones, L. 2005).
Elektrolit lemah dan molekul-molekul nonpolar seringkali mempunyai kelaritan dalam air yang buruk. Kelarutannya biasanya dapat ditingkatkan dengan penambahan suatu pelarut yang dapat bercampur dengan air dimana dalam pelarut tersebut obat mempunyai kelarutan yang baik. Proses ini dikenal sebagai kosolvensi, dan pelarut-pelarut yang digunakan dalam kombinasi untuk meningkatkan kelarutan zat terlarut dikenal sebagai kosolven. Mekanisme yang mengakibatkan penambahan kelarutan melalui kosolvensi tidak dimengerti dengan jelas.
Etanol, sorbitol, propilen glikol, dan beberapa anggota dari seri polimer polietilen glikol memperlihatkan jumlah terbatas dari kosolven yang berguna, dan dapat diterima secara umum dalam formulasi cairan-cairan dalam air.
Kosolven tidak hanya digunakan untuk mempengaruhi kelarutan obat tersebut, tetapi juga untuk memperbaiki kelarutan dari konstituen-konstituen yang mudah menguap yang digunakan untuk memberi rasa dan bau yang diinginkan ke produk tersebut.
Suatu larutan adalah dispersi yang serba sama (homogen) dari suatu zat terlarut (solut) didalam pelarutnya (solven), untuk dispersi tersebut diperlukan informasi tentang kelarutan (solut) di dalam pelarutnya.
Kelarutan dapat diartikan sebagai jumlah (bagian) terbesar dari suatu komponen (solut) yang dapat didistribusikan kepada komponen lainnya (solven), pada satu suhu dan tekanan tertentu sehingga menghasilkan suatu dispersi molekular homogen yang terdiri dari suatu fase tunggal (larutan). laju tercapainya kelarutan maksimum (jenuh) disebut laju disolusi.
Molekul-molekul dalam obat padat diikat bersama oleh gaya intermolekular tertentu misalnya gaya dipol-dipol imbas, dipol-dipol dan interaksi ion-ion, demikian pula halnya dengan solven. pelarut dibedakan atas polar, semi polar, atau non polar tergantung dari besarnya ikatan yang bersangkutan.
Sifat fisik kelarutan ada 3 yaitu :
Sifat koligtif : terutama tergantung pada jumlah partikel dalam larutan. Sifat koligatif larutan adalah tekanan osmosis, penurunan tekanan uap, penurunan titik beku dan penaikan titik didih. Harga sifat koligatif kira-kira sama untuk konsentrasi yang setara dari berbagai zat non elektrolit dalam larutan tanpa mengidahkan jenis atau sifat kimiawi dari konstituen. Dalam menetapakan sifat koligatif dari larutan zat padat dalam cairan, dianggap zat padat tidak menguap dan tekanan uap diatas larutan seluruhnya berasal dari pelarut.
Sifat aditif : bergantung pada andil atom total dalam molekul atau pada jumlah sifat konstituen dalam larutan. Contoh sifat aditif dari suatu senyawa adalah berat molekul, yaitu jumlah massa atom konstituen. Massa dari komponen suatu larutan juga bersifat aditif, massa total dari larutan adalah jumlah massa masing-masing komponen.
Sifat konstitusi : bergantung pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih sedikit, pada jenis dan jumlah atom dalam suatu molekul. Sifat ini memberikan petunjuk terhadap aturan senyawa tunggal dan kelompok molekul dalam system. Banyak sifat yang sebagian aditif dan sebagian konstitusi. Pembiasan cahaya, sifat listrik, sifat permukaan, dan antar permukaan dan kelarutan obat setidak-tidaknya sebagian berupa sifat konstitusif dan sebagian sifat aditif. (Alfred Martin, 1990)







Alat dan Bahan :
Alat- alat :
Buret
Erlemeyer
Gelas ukur
Gelas kimia
Labu ukur
Kertas saring
Corong
Batang pengaduk
Pipet tetes
Pipet volume
Statif dan klem
Spatel

Bahan :
Asam oksalat (H2C2O4)
Asam salisilat
Etanol 96 %
Aquadest
NaOH
Fenoptalein











Prosedur
Dibuat larutan NaOH 0,105 N
Dibakukan larutan NaOH dengan menggunakan asam oksalat 0,03 N dengan indicator fenoptalein.
Dibuat sederet larutan campur masing-masing 25 ml dengan variasi konsentrasi sebagai berikut:
Pelarut campur Persen etanol Persen air
1 0 100
2 10 90
3 20 80
4 50 50
5 80 20
6 100 0
Dilarutkan sampel yang akan diuji kelarutannya sedikit demi sedikit dalam masing-masing pelarut campur hingga diperoleh larutan lewat jenuh.
Disaring dengan kertas saring.
Dipipet masing-masing 10 ml larutan uji yang telah dilarutkan, dititrasi dengan menggunakan NaOH yang telah dibakukan (indicator fenoptalein).
Data Pengamatan
NaOH yang ditimbang = 8,0000 g
H2C2O4 yang ditimbang = 0,9812 g
Hasil pembakuan NaOH 0,1N= 0,1050 N
Titrasi sampel uji dengan NaOH:
% larutan campur Vsampel (ml) VNaOH (ml) Nsampel
(N) msampel
(g)
Volum 1 Volum 2 Rata-rata
0 10 0,45 0,55 0,50 0,0052 0,0072
10 10 0,60 0,80 0,70 0,0073 0,0101
20 10 2,25 2,15 2,20 0,0231 0,0319
50 10 27,30 27,80 27,55 0,2893 0,3992
80 10 150,50 156,50 153,15 1,6117 0,8442
100 10 270,50 272,70 271,60 2,8518 3,9355
Perhitungan :
Diketahui :
V. NaoH (V1) = (lihat tabel)
N. NaOH (N1) = 0,105 N
V. asam salisilat (V1) = 10 mL
Ditanyakan :
N. asam salisilat (N2) = ?
Kelarutan Asam benzoat ( g/mL) = ?
Jawab :
@ 0% etanol
V1 N1 = V2 . N2
(0,5) 0,105 = (10) N2
N2 = 0,0052 N
N = gram x 1000
Mr V
0,0052 = gram x 1000
138,12 10
gram = 0,0072 g



@ 10 % etanol
V1 N1 = V2 N2
(0,7) 0,105 = (10) N2
N2 = 0,0073 N
N = gram x 1000
Mr V
0,0073 = gram x 1000
138 10
gram = 0,0101 g



@ 20 % etanol
V1 N1 = V2 N2
(2,2) 0,105 = (10) N2
N2 = 0,0231 N
N = gram x 1000
Mr V
0,0231 = gram x 1000
138 10
gram = 0,0319 g



@ 50 % etanol
V1 N1 = V2 N2
(27,55) 0,105 = (10) N2
N2 = 0,2893 N
N = gram x 1000
Mr V
0,2893 = gram x 1000
138 10
gram = 0,3992 g



@ 80% etanol
V1 N1 = V2 N2
(153,5) 0,105 = (10) N2
N2 = 1,6117 N
N = gram x 1000
Mr V
1,6117 = gram x 1000
138 10
gram = 0,8442 g

@ 100% etanol
V1 N1 = V2 N2
(271,6) 0,105 = (10) N2
N2 = 2,8518 N
N = gram x 1000
Mr V
2,8518 = gram x 1000
138 10
gram = 3,9355 g























Pembahasan
Pada percobaan ini diawali dengan melakukan titrasi pembakuan terhadap larutan baku sekunder (NaOH) untik mengetahui normalitas (N) sebenarnya dari NaOH yang digunakan karena larutan NaOH merupakan suatu basa yang konsentrasinya dapat berubah selama penyimpanan. Konsentrasi dari larutan ini baik primer maupun sekunder akan berpengaruh terhadap nilai normalitasnya, oleh karena itu pada saat pembuatan larutan dilakukan seteliti mungkin agar diperoleh konsentrasi yang tepat.
Titrasi yang dilakukan adalah titrasi asam-basa alkalimetri, yaitu titrasi terhadap larutan asam bebas (asam oksalat) terhadap larutan yang berasal dari basa dengan menggunakan indikator fenolptalein (pp). Indikator fenolptalein dipilih karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar 8,0 - 10,0. Indikator fenolptalein berfungsi untuk menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah titik dimana larutan titran dan larutan uji telah bereaksi sempurna yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah muda atau pink rose. Setelah titik ekuivalen dicapai volume buret dicatat dan di hitung normalitas NaOH tersebut.
Setelah proses pembakuan NaOH selesai, praktikan membuat pelarut campur antara alcohol dan aquadest dengan perbandingan yang berbeda-beda sesuai dengan yang tertera di diktat. Kemudian sampel (asam salisilat) dilarutkan dalam pelarut campuran tersebut hingga diperoleh larutan jenuh, yaitu larutan dimana zat terlarut ada yang tidak larut dalam pelarutnya. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring bulat untuk memisahkan endapan dan pengotor. Larutan yang telah disaring kemudian di titrasi dengan larutan NaOH dan indikator pp hingga diperoleh titik ekuivalen. Titrasi harus dilkukan dengan cepat untuk mencegah terjadinya penguapan dari alkohol karena sifat alkohol yang sangat mudah menguap. Titrasi dilakukan duplo untuk memperoleh data yang lebih akurat.
Volume NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi asam salisilat dalam berbagai konsentrasi pelarut campur, berbeda-beda. Volume NaOH yang dibutuhkan hanya sedikit untuk asam salisilat dengan pelarut campur yang kandungan airnya lebih banyak. Semakin banyak jumlah air dalam pelarut campur volume NaOH yang dibutuhkan akan semakin sedikit, sebaliknya semakin banyak volume alkohol dalam pelarut campur volume NaOH yang dibutuhkan semakin banyak. Hal ini disebabkan NaOH lebih mudah bereaksi dengan air dibanding dengan alkohol.
Asam salisilat sangat mudah larut dalam etanol, sangat sukar larut dalam aquadest. Banyaknya volume titran (NaOH) juga dipengaruhi oleh kelarutan dari asam salisilat tersebut. Dengan etanol pekat (96%) asam salisilat sangat mudah larut sehingga jika kandungan alkohol pada pelarut campur lebih banyak asam salisilat yang terlarut pun semakin banyak dan ikatannya semakin kuat, sehingga pada saat di titrasi dengan NaOH ikatan akan sulit dipisahkan sehingga dibutuhkan volume NaOH yang lebih banyak. Berbeda dengan apabila kandungan aquadest lebih banyak maka volume NaOH yang dibutuhkan lebih sedikit karena asam salisilat yang terkandung dalam pelarut lebih sedikit, terlebih lagi sebelum dilakukan titrasi, penyaringan dilakukan untuk mendapatkan larutan jenuh, dimana asam salisilat yang tidak larut akan tertinggal dikertas saring sehingga asam salisilat berada dalam bentuk asam bebas. Dengan demikian titrasi yang terjadi hanya antara NaOH dan aquadest.










Kesimpulan
Dari data pengamatan dan pemahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
dengan bertambahnya konsentrasi etanol pada larutan campuran dapat meningkatkan kelarutan asam salisilat yang ditambahkn pada pelarut itu.
Semakin tinggi konsentrasi etanol maka semakin banyak asam salisilat yang dapat dilarutkan kedalamnya.
Kelarutan asam salisilat yang diperoleh dalam masing-masing konsentrasi etanol yaitu sebesar:
0% etanol sebesar 0,0052 N
10 % etanol sebesar 0,0073 N
20 % etanol sebesar 0,0231 N
50 % etanol sebesar 0,2893 N
80% etanol sebesar 2,8518 N
100% etanol sebesar 1,6117 N














DAFTAR PUSTAKA

Alfred Martin, James Swarbrick, dan Arthur Cammarata. 2008. Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetika Edisi Ketiga, Jilid 2. Jakarta: UI-Press
Anonym. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia
J. bassett, R.C. Denney, G.H. Jeffery, J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC
R.A. Day dan Jr n A.L. Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi keenam. Jakarta: Erlangga
Liberman, H.A., dkk. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI press




















LAMPIRAN

Pertanyaan dan Jawaban
Buatlah grafik antara kelarutan dengan komposisi penggunaan pelarut campur!
X Y
0.0072 0
0.0101 10
0.0319 20
0.3992 50
0.8442 80
3.9355 100



Indicator apa yang tepat dalam melakukan titrasi percobaan ini?
Jawab : indicator yang digunakan adalah fenoptalein yang berkerja pada pH 8,3-10,0
Dari man sajakah sumber kesalahan penentuan kelarutan yang terjadi pada praktikum ini?
Jawab :
Sumber-sumber kesalahan pada praktikum ini yaitu :
Pembutan asam oksalat, dalam perhitungan massa asam oksalat yang akan ditimbang BM asam oksalat tidak dibagi dengan ekuivalennya.
Pembuatan NaOH, terjadi kesalahan pada saat membuat larutan dimana seharusnya NaOH dibuat dalam satu wadah tetapi praktikan membuatnya diwadah yang berbeda dengan perbandingan massa yang sama. Ini tentunya berpengaruh pada normalitas pada masing-masing wadah berbeda.
Penentuan titik ekuivalen, pada saat dilakukan titrasi ditemukan kesulitan dalam menentukan titik tepat ekuivalen proses titrasi ini, sehingga dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam penentuan titik akhir titrasi
Apa guna pembuatan grafik antara kelarutan dengan komposisi pelarut campur!
Jawab :
Mengetahui kelarutan sampel dalam pelarut yang digunakan untuk melarutkannya dengan konsentrasi tertentu berapa banyak sampel yang dapat larut.

1 komentar:

  1. Caesars Casinos - Jackson County, IA - JTG Hub
    Find Caesars Casinos, 양주 출장마사지 Hotels & Resorts 통영 출장안마 information 김천 출장마사지 for Jackson 여수 출장샵 County, IA, including address, telephone number, reviews, 이천 출장샵 games,

    BalasHapus